News

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Peyebrangan (Gapasdap) Sjarifuddin Mallarangan mengatakan pengoperasian dua unit kapal landing craft tank (LCT) di Bojonegara-Bakauheni berimpitan dengan jalur perlintasan Merak-Bakauheni, sehingga menggerus load factor kapal feri pada perlintasan tersebut.

“Keselamatan terancam. Harusnya Kemenhub belajar dari kasus AirAsia,” ujarnya, Selasa (20/11).

Kapal LCT merupakan kapal pendarat untuk alat berat seperti truk, mobil, rangka jembatan dan barang-barang konstruksi lainnya.

Kapal LCT pada mulanya digunakan sebagai pengangkut alat-alat militer ini memiliki draft dangkal, sehingga memudahkan kapal mendarat di dermaga pelabuhan.

 

Dia memaparkan kapal LCT yang melintas Bojonegara-Bakauheni mengangkut 40 truk barang dan penumpang memang bukan diperuntukkan membawa penumpang. Namun, dia memaparkan dalam sekali pelayaran kapal LCT memuat 80 orang yang terdiri dcari 40 sopir dan 40 kernet.

Kondisi demikian membuat pengusaha mengalami potensial lost sekitar 10T dengan asumsi masing-masing kapal LCT melakukan perjalanan pelayaran tiga kali pulang pergi per hari.

Terlebih, tarif penyebrangan Bojonegara-Bakauheni menggunakan kapal LCT lebih kompetitif ketimbang dengan menggunakan kapal feri Merak-Bakauheni. Saat ini, tarif LCT ditetapkan oleh manajemen pengelola kapal, sedangkan tariff kapal feri Merak-Bakauheni sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Saya kaget dapat surat dari DPC kalau LCT masih operasio. Ternyata pemerintah melarang di perlintasan Merak-Bakauheni yang memang tidak ada.”

BERLAKU SEMENTARA

Luthfie Syarief, Wakil Ketua Umum Gapasdap, menambahkan pengoperasian LCT antara Bojonegara-Bakauheni bertujuan mengurai stagnasi yang terjadi di Merak pada dua tahun silam, dan hanya bersifat kontemporer.

Namun, dia menegaskan LCT hingga kini belum berhenti beroperasi, bahkan telah melayani rute Bojonegara-Bakauheni. “Ketia bantuan dirasa tidak diperlukan, kan seharusnya dicabut.”

Menurutnya, beberapa sopir truk yang ingin melakukan penyeberangan dari Merak ke Bakauheni mengalami intimidasi atau diiming-imingi agar mau melakukan penyeberangan menggunakan kapal LCT di Bojonegara.

Kondisi seperti itu, imbuhnya, menjadikan iklim usaha pada perlintasan Merak-Bakauheni tidak sehat, terlebih investasi pengusaha Gapasdap untuk satu feri bernilai lima kali lipat dari harga satu unit kapal LCT.

Aminuddin, Biro Hukum DPP Gapasdap, mengatakan pengoperasian LCT Bojonegara-BAkauheni telah melanggar Peraturan No. KM 64/1989 tentang Penetapan Lintas Penyebrangan.

Pada sisi lain, sesuai maklumat pelayaran yang dikeluarkan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub No.25/DK/11-13 tanggal 11 November 2013 telah menjelaskan bahwa kapal LCT bukan diperuntukkan bagi angkutan penumpang.

Dengan demikian, pengoperasian kapal LCT pada trayek Bojonegara-Bakauheni tersebut sudah melanggar peraturan yang ada. “Laik atau tidak dermaga Bojonegara. Semua aka nada persyaratannya”.

Source : Koran Bisnis Indonesia, terbit Rabu, 21 Januari 2015 hal.30